Oleh. Kristophorus Hadiono, Ph.D. (Dekan Fakultas Teknologi Informasi Unisbank Semarang
Di penghujung tahun 2019, terdengar kabar dari wilayah yang jauh dari tanah air. Munculnya sebuah wabah penyakit yang dinamakan corona virus disease 2019 (covid-19) atau yang lebih dikenal dengan virus corona. Kemunculan awal wabah tersebut di negara Cina, tepatnya di daerah Wuhan yang terletak di propinsi Hubei. Penyebaran wabah tersebut akhirnya mendunia, banyak negara-negara yang penduduknya tertular virus tersebut.
Di Indonesia sendiri, wabah ini baru mulai dirasakan pada awal bulan maret 2020 dengan munculnya informasi dari Presiden Joko Widodo, bahwa ada 2 orang yang positif terkena virus corona. Sejak saat itulah sampai saat artikel ini ditulis, berbagai daerah di Indonesia berjuang mati-matian untuk memutus rantai penularan virus corona. Salah satunya adalah secara tidak langsung menghentikan proses belajar secara fisik. Proses belajar yang biasanya terlihat setiap hari di Indonesia, dihentikan secara fisik atau lebih tepatnya dipindahkan ke media digital.
Bila berbicara tentang masalah media digital, akan banyak faktor yang terkait dengan hal tersebut. Salah satunya adalah transformasi digital. Transformasi digital (Digital Transformation / DT) merupakan sebuah proses radikal yang mengubah cara organisasi memanfaatkan teknologi, SDM, dan proses bisnis yang secara mendasar membuat performa bisnis berubah [1]. Ada juga yang mengatakan bahwa transformasi digital adalah pemanfaatan teknologi secara radikal untuk meningkatkan kinerja atau jangkauan organisasi [2]. Secara umum dapat dikatakan bahwa transformasi digital adalah usaha organisasi dalam memanfaatkan teknologi, SDM yang dimiliki dan proses bisnis yang ada secara radikal untuk meningkatkan kemampuan dan jangkauan organisasi dalam menjawab tantangan yang muncul.
Dari referensi [2] disebutkan bahwa ada 9 elemen yang membuat transformasi digital tersebut menjadi nyata. Kesembilan elemen tersebut dikelompokkan menjadi 3 pilar yaitu Perubahan Pengalaman Konsumen, Proses Operasional, dan Model Bisnis dari organisasi. 3 pilar ini memiliki elemen sendiri-sendiri yang membuat pilar tersebut menjadi kokoh.
Pilar Perubahan Pengalaman Konsumen, memiliki elemen pemahaman konsumen, dimana pada elemen ini organisasi belajar memanfaatkan media digital seperti media jejaring sosial untuk mempromosikan image/brand yang dimiliki secara efektif atau mencoba mempelajari konsumen melalui perilaku mereka di media jejaring sosial untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Elemen kedua adalah Pertumbuhan yang Maksimal merupakan elemen yang ingin dicapai oleh setiap organisasi. Dengan memanfaatkan teknologi seperti tablet, seorang sales dapat memberikan penjelasan ke konsumen dalam waktu yang lebih sempit dan pesan yang diberikan kepada mereka menjadi maksimal. Mereka dapat memanfaatkan video untuk membuat konsumen menjadi tertarik dan nyaman sehingga tujuan penjualan tercapai. Waktu dari konsumen pun tidak banyak terbuang karena percakapan yang tidak berarti atau harus membaca tulisan dan gambar di kertas.
Elemen ketiga adalah Sentuhan kepada Pelanggan. Organisasi dapat memanfaatkan jejaring media sosial untuk menjawab keluhan atas layanan yang diberikan dengan cepat. Misalnya memanfaatkan jejaring sosial Facebook ataupun Twitter untuk memberikan klarifikasi dengan cepat atas permasalahan yang terjadi pada konsumen. Pemanfaatan teknologi ini menjadikan organisasi harus mampu membuka layanan multi kanal dan menerapkannya pada proses internal organisasi.
Pertanyaan mendasar yang muncul setelah mengetahui 3 pilar atau 9 elemen yang membuat sebuah transformasi digital terjadi adalah apakah dengan menerapkan semua elemen tersebut maka organisasi dapat disebut sebagai organisasi yang sudah bertransformasi secara digital?
Jawabnya tidak semudah dengan memberikan statemen ya atau tidak. Alasannya karena tidak semua elemen tersebut sejalan dengan tujuan dari organisasi. Hal inilah yang menyebabkan munculnya sebuah tingkat kematangan dalam transformasi digital (tingkat kematangan digital). Tingkat kematangan digital sebuah organisasi dapat dilihat dari kombinasi aktifitas digital dengan kepemimpinan yang kuat dalam memanfaatkan teknologi untuk melakukan transformasi. Satu hal yang harus diingat, memimpin perubahan digital memerlukan kemampuan untuk memiliki dan menerapkan secara kuat visi dalam melakukan perubahan menuju dunia digital.
Ada sebuah artikel yang cukup menarik untuk dibaca [3]. Artikel tersebut diawali dengan sebuah meme mengenai transformasi digital. Meme tersebut menampilkan sebuah pertanyaan “Siapa yang menyebabkan proses transformasi digital di tempatmu bekerja?” dibawahnya diberikan 3 pilihan: (1) CEO; (2) CTO; dan (3) COVID-19. Pilihan ketigalah yang diberi tanda.
Bukan meme tersebut yang akan dibahas, tetapi apa yang telah berubah dengan merebaknya wabah covid-19 terhadap kehidupan manusia.
Secara umum, ada 4 bidang yang berubah. Pertama, cara kita berpindah (bepergian) atau commuting. Dengan anjuran pemerintah untuk melakukan social ataupun physical distancing, secara otomatis cara kita bepergian berubah. Saat ini, kita lebih banyak di rumah dengan suami/istri/anak-anak/orang tua. Panggilan video menjadi sesuatu yang lumrah.
Kegiatan keagamaan pun terkena dampaknya, semua sekarang dilakukan di rumah bersama dengan anggota keluarga kita. Bahkan, kegiatan keagamaan yang lazimnya dilakukan secara fisik, diubah dalam bentuk siaran langsung online melalui media YouTube. Dalam belajar pun juga demikian, pengajar memberikan tugas dan materi lewat jaringan. Lewat jaringan dapat diartikan sebagai melalui segala media digital yang dapat diakses oleh pengajar dan peserta didik.
Kedua, naiknya transaksi makanan dan layanan berdasarkan permintaan. Kita mulai lebih sering memanfaatkan layanan digital yang menyediakan bahan kebutuhan pokok, layanan antar barang dan lain sebagainya. Dampaknya adalah kita tetap bisa bekerja dan menikmati sesuatu seperti sebelum wabah terjadi dalam lingkup yang terbatas. Kemudahan layanan berdasarkan permintaan ini memiliki dampak negatif seperti yang sedang terjadi baru-baru ini, yaitu data 91 juta pengguna tokopedia diretas dimana 7 juta dilaporkan dijual di dark web[4].
Ketiga adalah kegiatan virtual. Karena pelarangan yang diserukan oleh pemerintah untuk melakukan physical dan social distancing, kegiatan tersebut menjadi kegiatan virtual. Dapat dilihat di jejaring sosial media (Facebook, Instagram, Twitter), banyak yang menampilkan gambar telekonferensi dengan teman, kolega, ataupun keluarga. Dalam usaha membantu pemerintah, tenaga medis, dan korban terdampak langsung ataupun tidak wabah covid-19, artis-pun melakukan konser dari rumah bekerja sama dengan stasiun TV yang memiliki kanal digital [5].
Terakhir adalah layanan awan (layanan cloud). Siapa yang tidak kenal dengan layanan Google Classroom, Moodle (platform sumber terbuka untuk penyelenggaraan elearning), Microsoft Teaching, dan lainnya. Layanan tersebut memungkinkan untuk melakukan pengajaran secara virtual, tetap berkomunikasi dengan anak didik, anak didik pun dapat melanjutkan pendidikan mereka meski dalam kondisi semuanya dilakukan dari rumah.
Transformasi digital pasti berdampak pada hal-hal seperti kesiapan infrastruktur, perubahan perilaku, kondisi ekonomi dan psikologis, dan lain sebagainya. Pertanyaan untuk kita semua saat ini, apakah kita sudah siap bertransformasi ke era digital?
Untuk dunia pendidikan, berarti harus terjadi perubahan radikal dalam menyampaikan materi, perubahan radikal kurikulum agar cocok dalam bentuk digital. Bukan hanya memindahkan dari yang tradisional ke dalam bentuk digital. Begitu juga dengan cara mendidik harus berubah radikal agar sesuai dalam era digital saat ini.
Tulisan ini merupakan sebuah refleksi sederhana atas wabah virus corona yang sedang berlangsung. Wabah ini membuat hampir semua aktifitas bertransformasi dengan memanfaatkan media digital.
Semarang, 3 Mei 2020
Selamat Hari Pendidikan Nasional, tetap sehat dan tetap semangat!
Referensi:
[1] C. Boulton, “What is digital transformation? A necessary disruption | CIO,” CIO Asean. [Online]. Available: https://www.cio.com/article/3211428/what-is-digital-transformation-a-necessary-disruption.html. [Accessed: 03-May-2020].
[2] G. Werterman, D. Bonnet, and A. McAfee, “The Nine Elements of Digital Transformation,” MITSloan Management Review. [Online]. Available: https://sloanreview.mit.edu/article/the-nine-elements-of-digital-transformation/. [Accessed: 03-May-2020].
[3] B. Morgan, “Is COVID-19 Forcing Your Digital Transformation? 12 Steps To Move Faster,” Forbes. [Online]. Available: https://www.forbes.com/sites/blakemorgan/2020/04/05/is-covid-19-forcing-your-digital-transformation-12-steps-to-move-faster/#7908039617bc. [Accessed: 03-May-2020].
[4] “Data 91 Juta Pengguna Tokopedia dan 7 Juta Merchant Dilaporkan Dijual di Dark Web.” [Online]. Available: https://tekno.kompas.com/read/2020/05/03/10203107/data-91-juta-pengguna-tokopedia-dan-7-juta-merchant-dilaporkan-dijual-di-dark. [Accessed: 03-May-2020]. [5] “Update: Didi Kempot Konser Amal dari Rumah Galang Donasi Rp 5,3 Miliar Halaman all – Kompas.com.” [Online]. Available: https://www.kompas.com/hype/read/2020/04/12/113056166/update-didi-kempot-konser-amal-dari-rumah-galang-donasi-rp-53-miliar?page=all. [Accessed: 03-May-2020].